Kamis, 12 Agustus 2010

RUH RAMADHAN DALAM KELAHIRAN BANGSA


Oleh: Muhammad Haden Aulia Husein

“Allahu Akbar….Allahu Akbar…. Allahu Akbar,” itulah sekiranya pekikan yang di gaungkan Bung Tomo tanggal 10 November 1945, di sela-sela pidato penyemangatnya di Radio RRI Surabaya yang mampu memecut semangat arek-arek Suroboyo untuk menyambut serangan dari sekutu yang membonceng tentara Belanda.

Peperangan yang disebabkan tewasnya Jendral Malaby dari sekutu laknatullah ‘alaih di mana tidak pernah ada jendral sekutu di perang dunia II saat itu yang terbunuh, melainkan di bumi nusantara. Kisah heroik yang harusnya menjadi pembelajaran yang penting bagi pemuda-pemuda Islam yang sekarang lebih sibuk dengan dugem, happy hour, narsis dan lain sebagainya.

Di detik-detik Ramadhan yang terus berdenting, banyak manusia terutama pemuda yang menyisihkan waktu hidupnya untuk ikhlas berjuang untuk orang lain. Mungkin, kita hanya mampu melihatnya di layar kaca itu pun karena ada pujian dan hadiah yang diberikan oleh stasiun TV atau sponsor acara tersebut. Sejatinya, kita sebagai anak bangsa harus mampu bekerja produktif dengan ikhlas sebagai pondasi dasar perjuangan di pelbagai kehidupannya.

Slogan yang di lontarkan Bung Karno sebagai founding father kita yaitu “JAS MERAH” (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) merupakan ungkapan yang tepat bagi merevolusi gaya berpikir pemuda Indonesia saat ini. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah bangsanya sendiri.

Islam pun mengajarkan demikian, yaitu perjuangan atau jihad dimana Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma mengartikannya: “Mencurahkan kemampuan karena yakin pada Allah serta tidak takut terhadap celaan orang yang suka mencela.” Karenanya, perjuangan Indonesia bukanlah hal yang biasa tapi hal yang luar biasa karena merupakan kristalisasi dari perjuangan para ulama dan kaum muslimin Indonesia.

Puncak perjuangan muslim Indonesia dalam upaya kemerdekaan Indonesia ternyata sangatlah nyata yaitu pada saat detik-detik proklamasi. Mungkin kita hanya mendengar tentang desakan para pemuda yang menculik Sukarno ke Rengasdengklok agar menyegerakan proklamasi kemerdekaan dari buku-buku sejarah di sekolah. Tapi sesungguhnya, Sukarno tetap tidak berani. Dikarenakan di dorong oleh K.H Hasyim Asy’ari lah akhirnya Sukarno mau memproklamasikan Negara Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 M atau bertepatan dengan 19 Ramadhan 1364 H.

Jelaslah tepat jika Ramadhan adalah Syahrul Jihad atau Bulan Perjuangan, dan sebagai balas jasa kaum muslimin, Sukarno kemudian membangun Mesjid Syuhada di Yogjakarta. Tak hanya itu, pemimpin tentara PETA dari 68 batalyon pada saat itu bukan hanya terdiri dari perwira melainkan para ulama. Jadi, dimanakah anda wahai pemuda Islam? Jika sejarah telah menorehkan tinta kecemerlangan Kemerdekaan negara kita, apa yang kita tunggu untuk membangun bangsa ini menuju keperbaikan yang nyata.

Bukan hanya fisik dan intelektual yang akan kita susun tapi membangun peradaban bangsa dengan memulai membangun ruhiyah dengan terus bersemangat dalam ber-Islam di setiap sendi-sendi kehidupan. Hal ini akan mengantarkan kita menjadi bangsa yang besar yang masyarakatnya mencintai Allah dan Allah pun tentunya akan mencintai kita.

“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir dan berjihadlah terhadap mereka dengn Al-Qur’an degan jihad yg besar,” (Qs. al-Furqan: 52).

Ingin lihat artikel lainnyaSilahkan Copy linknya:
http://rumahzakat.org/detail.php?id=7048&kd=A

0 komentar:

  • Berkumpul aneka ragam warna-warni itu lebih banyak disukai dari pada tersendiri, dan itu menunjukan sinergitas, ..
  •