Dalil-dalil qurban
1. Firman Allah dalam surah al-Kauthar:ayat 2 "Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah". Ayat ini boleh dijadikan dalil disunnahkannya qurban dengan asumsi bahwa ayat tersebut madaniyyah, karena ibadah qurban mulai diberlakukan setelah beliau hijrah ke Madinah.
2. Hadist riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik r.a.:"Rasulullah berqurban dengan dua ekor domba gemuk bertanduk, beliau menyembelihnya dengan tangan beliau dengan membaca bismillah dan takbir, beliau menginjakkan kakinya di paha domba".
Hukum Qurban:
1. Mayoritas ulama terdiri antar lain: Abu Bakar siddiq, Umar bin Khattab, Bilal, Abu Masud, Said bin Musayyab, Alqamah, Malik, Syafii Ahmad, Abu Yusuf dll. Mengatakan Qurban hukumnya sunnah, barangsiapa melaksanakannya mendapatkan pahala dan barang siapa tidak melakukannya tidak dosa dan tidak harus qadla, meskipun ia mampu dan kaya.Qurban hukumnya sunnah kifayah kepada keluarga yang beranggotakan lebih satu orang, apabila salah satu dari mereka telah melakukannya maka itu telah mencukupi. Qurban menjadi sunnah ain kepada keluarga yang hanya berjumlah satu orang. Mereka yang disunnah berqurban adalah yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan sehari-harinya yang kebutuhan makanan dan pakaian.
2. Riwayat dari ulama Malikiyah mengatakan qurban hukumnya wajib bagi mereka yang mampu.
Adakah nisab qurban?
Para ulama berbeda pendapat mengenai ukuran seseorang disunnahkan melakukan qurban. Imam Hanafi mengatakan barang siapa mempunyai kelebihan 200 dirham atau memiliki harta senilai itu, dari kebutuhan tinggal, pakaian dan kebutuhan dasarnya.
Imam Ahmad berkata: ukuran mampu qurban adalah apabila dia bisa membelinya dengan uangnya walaupun uang tersebut didapatkannya dari hutang yang ia mampu membayarnya.
Imam Malik mengatakan bahwa ukuran seseorang mampu qurban adalah apabila ia mempunyai kelebihan seharga hewan qurban dan tidak memerlukan uang tersebut untuk kebutuhannya yang mendasar selama setahun. Apabila tahun itu ia membutuhkan uang tersebut maka ia tidak disunnahkan berqurban.
Imam Syafii mengatakan: ukuran mampu adalah apabila seseorang mempunyai kelebihan uang dari kebutuhannya dan kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya, senilai hewan qurban pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyriq.
Keutamaan qurban:
1. Dari Aisyah r.a. Rasulullah s.a.w. bersabda:"Amal yang paling disukai Allah pada hari penyembelihan adalah mengalirkan darah hewan qurban, sesungguhnya hewan yang diqurbankan akan datang (dengan kebaikan untuk yang melakukan qurban) di hari kiamat kelak dengan tanduk-tanduknya, bulu dan tulang-tulangnya, sesunguhnya (pahala) dari darah hewan qurban telah datang dari Allah sebelum jatuh ke bumi, maka lakukanlah kebaikan ini". (H.R. Tirmidzi: No.1413).
2. Hadist Ibnu Abbas Rasulullah bersabda:"Tiada sedekah uang yang lebuh mulia dari yang dibelanjakan untuk qurban di hari raya Adha"(H.R. Dar Qutni).
Waktu penyembelihan Qurban
Dari Jundub r.a. :Rasulullah melaksanakan sholat (idulAdha) di hari penyembelihan, lalu beliau menyembelih, kemudian beliau bersabda:"Barangsiapa menyembelih sebelum sholat maka hendaknyha ia mengulangi penyembelihan sebagai ganti, barangsiapa yang belum menyembelih maka hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah". (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari Barra' bin 'Azib, bahwa paman beliau bernama Abu Bardah menyembelih qurban sebelum sholat, lalu sampailah ihwal tersebut kepada Rasulullah s.a.w. lalu beliau bersabda:"Barangsiapa menyembelih sebelum sholat maka ia telah menyembelih untuk dirinya sendiri dan barang siapa menyembelih setelah sholat maka sempurnalah ibadahnya dan sesuai dengan sunnah (tradisi) kaum muslimin"(H.R. Bukhari dan Muslim).
Hadist Barra' bin 'Azib, Rasulullah s.a.w. bersabda:"Pekerjaan yang kita mulai lakukan di hari ini (Idul Adha) adalah sholat lalu kita pulang dan menyembelih, barangsiapa melakukannya maka telah sesuai dengan ajaran kami, dan barangsiapa memulai dengan menyembelih maka sesungguhnya itu adalah daging yang ia persembahkan untuk keluarganya dan tidak ada kaitannya dengan ibadah"(H.R. Muslim).
Imam Nawawi menegaskan dalam syarah sahih Muslim bahwa waktu penyembelihan sebaiknya setelah sholat bersama imam, dan telah terjadi konsensus (ijma') ulama dalam masalah ini. Ibnu Mundzir juga menyatakan bahwa semua ulama sepakat mengatakan tidak boleh menyembelih sebelum matahari terbit.
Adapun setelah matahari terbit, Imam Syafi'i dll menyatakan bahwa sah menyembelih setelah matahari terbit dan setelah tenggang waktu kira-kira cukup untuk melakukan sholat dua rakaat dan khutbah. Apabila ia menyembelih pada waktu tersebut maka telah sah meskipun ia sholat ied atau tidak.
Imam Hanafi mengatakan: waktu penyembelihan untuk penduduk pedalaman yang jauh dari perkampungan yang ada masjid adalah terbitnya fajar, sedangkan untuk penduduk kota dan perkampungan yang ada masjid adalah setelah sholat iedul adha dan khutbah ied.
Imam Malik berkata: waktu penyembelihan adalah setelah sholat ied dan khutbah. Imam Ahmad berkata: waktunya adalah setelah sholat ied.Demikian, waktu penyembelihan berlanjut hingga akhir hari tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah.
Tidak ada dalil yang jelas mengenai batas akhir waktu penyembelihan dan semua didasarkan pada ijtihad, yaitu didasarkan pada logika bahwa pada hari-hari itu diharamkan berpuasa maka selayaknya itu menjadi waktu-waktu yang sah untuk menyembelih qurban.
Menyembelih di malam hari
Menyembelih hewan qurban di malam hari hukumnya makruh sesuai pendapat Imam Syafii. Bahkan menurut imam Malik dan Ahmad: menyembelih pada malam hari hukumnya tidak sah dan menjadi sembelihan biasa, bukan qurban.
Hewan yang disembelih:
Imam Nawawi dalam syarah sahih Muslim menegaskan telah terjadi ijma' ulama bahwa tidak sah melakukan qurban selain dengan onta, sapi dan kambing. Riwayat dari Ibnu Mundzir Hasan bin Sholeh mengatakan sah berqurban dengan banteng untuk tujuh orang dan dengan kijang untuk satu orang.
Adapun riwayat dari Bilal yang mengatakan: "Aku tidak peduli meskipun berqurban dengan seekor ayam, dan aku lebih suka memberikannya kepada yatim yang menderita daripada berqurban dengannya", maksudnya bahwa beliau melihat bahwa bersedekah dengan nilai qurban lebih baik dari berqurban. Ini pendapat Malik dan Tsauri. Begitu juga riwayat sebagian sahabat yang membeli daging lalu menjadikannya qurban, bukanlah menunjukkan boleh berqurban dengan membeli daging, melainkan itu sebagai contoh dari mereka bahwa qurban bukan wajib melainkan sunnah.
Makan daging qurban
Hukum memakan daging qurban yang dilakukan untuk dirinya sendiri, apabila qurban yang dilakukan adalah nadzar maka haram hukumnya memakan daging tersebut dan ia harus menyedekahkan semuanya. Adapun qurban biasa, maka dagingnya dibagi tiga, sepertiga untuk dirinya dan keluarganya, sepertiga untuk dihadiahkan dan sepertiga untuk disedekahkan.
Membagi tiga ini hukumnya sunnah dan bukan merupakan kewajiban. Qatadah bin Nu'man meriwayatkan Rasulullah bersabda:"Dulu aku melarang kalian memakan daging qurban selama tiga hari untuk memudahkan orang yang datang dari jauh, tetapi aku telah menghalalkannya untuk kalian, sekarang makanlah, janganlah menjual daging qurban dan hadyu, makanlah, sedekahkanlah dan ambilah manfaat dari kulitnya dan janganlah menjualnya, apabila kalian mengharapkan dagingnya maka makanlah sesuka hatimu"(H.R. Ahmad).
Sebaiknya dalam dalam melakukan qurban, pelakunyalah yang menyembelih dan tidak mewakilkannya kepada orang lain. Apabila ia mewakilkan kepada orang lain maka sebaiknya ia menyaksikan. Wallahu'alam bissowab
Senin, 27 September 2010
Sabtu, 18 September 2010
KUINGIN CINTA BERSEMI DI BULAN SYAWAL
Oleh Muhammad Haden Aulia Husein
Rumah Zakat-Bandung
“Kulihat kaumku tak lagi punya cinta, mereka putuskan setiap ikatan dan hubungan, mereka perlihatkan sikap bermusuhan dan cercaan, mereka taati perintah musuh yang tak mau dimintai pertanggungjawaban.”
Itulah sepenggal syair yang diungkapkan paman Rasulullah SAW, Abu Thalib, ketika melihat kondisi kaum Quraisy yang memusuhi Nabi Muhammad. Jika kita coba menilik sejenak dengan kondisi kita saat ini, mungkin barisan catatan kelam pribadi kita secara tidak langsung mulai mendekat dengan kondisi kaum Quraisy pada saat itu. Betapa banyak saudara kandung yang membenci saudaranya hingga saling bunuh, berapa anak durhaka yang menghinakan orangtuanya, ribuan sahabat yang berubah menjadi musuh dan lain sebagainya.
Renungan mendalam seharusnya mampu kita hadirkan di relung jiwa dan hati kita, apakah ucapan dan perbutan kita tidak menyakiti saudara, teman, sahabat bahkan orang tua? Mungkin hanya sekedar siluet tipis yang mungkin didapatkan pandangan fana ini jika tidak ada rasa berlandaskan keimanan. Gambaran yang tidak mampu mengguncangkan hati dan jiwa untuk penyesalan perbuatan.
Hanya seseorang yang memiliki cinta Illahi yang tulus dan jujur untuk menyikapi kekurangan tiap manusia dengan kasih sayangnya. Kasih sayang ini hanya di dapatkan jika hamba tersebut mengenal Sang Pemilik Cinta sesungguhnya, mengenal-Nya dengan keilmuan yang mantap sehingga mampu memberikan yang terbaik untuk perjuangan cinta kepada-Nya, sehingga ia akan mampu mereguk dengan sempurna manisnya keimanan.
Dari Anas ra. dari Nabi SAW bersabda:
”Tiga perkara yang apabila terdapat pada diri seseorang, niscaya ia akan merasakan manisnya iman, yaitu hendaknya Allah dan rasul-Nya lebih dicintainya daripada yang lain. Hendaklah bila ia mencintai seseorang semata-mata karena Allah. Hendaklah ia benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana ia benci kalau akan dicampakkan ke dalam api neraka,” HR. Bukhari.
Dalam hari-hari kemenangan di Syawal ini, sudah selayaknya kita membuktikan cinta fitri ini kepada Allah semata, agar ia menggeliat memekarkan bunga ketakwaan semerbak kasturi yang mewangikan ayat-ayat kauniyah-Nya di Alam raya. Sungguh, tantangan terberat untuk menumbuh kembangkan cinta suci ini adalah pribadi kita yang enggan merahatkan jiwa dari kecintaannya terhadap dunia. Karenanya, mari kita merevolusi cinta kita demi mendapat kemenangan hakiki di bulan kemenangan ini, yaitu dengan meraih cinta-Nya yang abadi. Awali dia dengan merayu-Nya melalui lantunan bacaan surat-surat cinta-Nya kepada kita di Al Qur’an.
Kemudian tetapkanlah di tiap-tiap malam yang dimiliki dengan menghidupkan kembali dengan qiyamullail yang terasa nikmat bagi mukhlisin. Sehingga di siang harinya kita menjadi mukmin kuat yang lebih Allah sukai dibandingkan hamba-nya yang lain. Dan amalan inilah yang akan membeningkan hati kita di hari kemenangan Syawal sebenarnya, inilah kenikmatan hidup yang sesungguhnya.
Hasan Al-Bashri melukiskan kenikmatan yang akan didapatkan seorang hamba yang memiliki kebeningan hati ini dalam ungkapan: “Tak ada lagi yang tersisa dari kenikmatan hidup, kecuali tiga hal. Pertama, saudara yang selalu kau dapatkan kebaikannya; bila engkau menyimpang ia akan meluruskanmu. Kedua, shalat dalam keterhimpunan (jasad, hati dan pikiran), kau terlindungi dari melupakannya dan kau penuh meliput ganjarannya. Ketiga, cukuplah kebahagiaan hidup dicapai, bila kelak tidak ada seorang pun punya celah menuntutmu di hari kiamat.”
Selasa, 07 September 2010
HADITS PALSU Ramadhan Setahun Full
oleh Ustadz Salman Al-Islamy, Al Hafidz
Hadits yang satu ini sering muncul dari mulut para muballigh dan penceramah pada hari hari akhir bulan Ramadhan.
Sebenarnya hadits yang satu ini adalah hadits yang cukup panjang,namun yang sering disampaikan hanya penggalannya saja.
Teks hadits tersebut adalah sebagai berikut : Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu,dia berkata,"Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,bersabda,"Seandainya umatku mengetahui pahala ibadah bulan Ramadhan,niscaya mereka menginginkan agar satu tahun full menjadi Ramadhan semua."
Setelah diadakan "diagnosa" melalui "laboratorium" penelitian hadits,maka hadits Ramadhan Setahun Full dinyatakan positif sebagai Hadits palsu,karena dalam setiap sanadnya terdapat rawi yang bernama Jarir bin Ayyub al-Bajali.
Jarir bin Ayyub al-Bajali ini oleh para kritikus Hadits dinilai sebagai pemalsu Hadits,matruk dan munkar.
Diantara para ulama yang mengatakan Hadits Ramadhan Setahun Full palsu adalah :
1.Imam Ibn Hajar al-Asqalani dalam kitabnya al-Mathalib al-'Aliyah
2.Imam Ibn 'Araq al-Kannani dalam kitabnya Tanzih al-Syariah al-Marfu'ah an al-Akhbar al-Syani'ah al-Maudhu'ah
3.Imam al-Syaukani dalam kitabnya Fawaid al-Majmu'ah fi al-Ahadits al-Maudhu'ah
Hadits palsu ramadhan setahun full dinukil oleh Utsman al-Khubbani dalam kitabnya Durrah al-Nashihin.
Durrah al-Nashihin adalah sebuah kitab yang berisi petuah petuah untuk beribadah,namun dituding oleh para ahli hadits sebagai kitab yang banyak berisi hadits hadits palsu dan kisah kisah imajinasi.
Lewat kitab ini pula tampaknya hadits diatas itu beredar di masyarakat,karena kitab ini banyak diajarkan di pesantren pesantren dan majlis majlis ta'lim.
Senin, 06 September 2010
Kaffarah Hukum dan Penjelasannya
Sebagian besar ulama berpendapat akan wajibnya kaffarah. Berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah -radhiallahu ’anhu- terdahulu.
Dimana seseorang sahabat datang yang berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, binasalah saya!” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah yang telah membuatmu binasa?” Dia berkata, “Saya telah berhubungan intim dengan istriku pada siang hari Ramadhan.“
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau memiliki kemampuan untuk membebaskan seorang budak?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau sanggup untuk berpuasa dua bulan berturut-turut?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau sanggup untuk memberi makan enam puluh orang miskin?” Dia menjawab, “Tidak.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terduduk, hingga ada yang membawa setandan kurma kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda kepada orang tersebut, “Bersedekahlah dengan korma ini.” Dia bertanya, ”Apakah -sedekah tersebut- kepada yang paling miskin diantara kami? Karena tidak ada diantara dua batas desa kami, penduduknya yang lebih butuh dari pada kami.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa hingga geraham beliau menjadi terlihat, dan bersabda, “Pergilah dan berilah keluargamu makan dengan kurma ini.”
(HR. al-Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 781-782 dan selainnya)
Dan pada riwayat lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Dan puasalah engkau menggantikan hari tersebut.”
(HR. Abu Dawud no. 2583, al-Hakim 2/203, ad-Daraquthni 2/190, Ibnu Khuzaimah no. 1954 dan al-Baihaqi 4/226-227 dari jalan Hisyam bin Sa’ad dari az-Zuhri dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah) -Telah diterangkan akan kelemahan lafazh tambahan ini sebelumnya.-
Dan diriwayatkan pada jalan lainnya, dari jalan Ibnu al-Musayyab dari Abu Hurairah, pada riwayat Ibnu Majah 1/523, namun pada sanadnya terdapat Abdul Jabbar bin Umar dan dia perawi yang dha’if.
Imam Ahmad juga meriwayatkan didalam Musnad beliau 2/208, dari jalan Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya semisal dengan hadits diatas.
Dan juga diriwayatkan dari Aisyah -radhiallahu ’anha- secara marfu’ semisal dengan hadits Abu Hurairah. (HR. al-Bukhari no. 1935 dan Muslim no. 783)
Sebagian ulama lainnya menyelisihi pendapat ini, diantara mereka adalah asy-Sya’bi, an-Nakha’i, Sa’id bin Jubair dan Muhammad bin Sirin. Mereka berpendapat bahwa kaffarah tidaklahwajib. Seandainya wajib, niscaya tidak akan gugur karena keadaan -ekonomi- yang sempit.
Pendapat yang shahih adalah pendapat mayoritas ulama, berdasarkan dalil-dalil syara’ yang sangat jelas menunjukkan keharusan membayarkan kaffarah bagi seseorang yang melakukan jima’ pada siang hari Ramadhan.
Sedangkan pendapat yang menyatakan tidak wajibnya kaffarah dengan dalih gugurnya kaffarah tersebut jika dalam keadaan sempit, adalah inferensi dari masalah yang masih diperdebatkan oleh ulama..
Dimana masalah ini, yaitu jika seseorang dalam keadaan kesulitan/tidak mampu dalam membayarkan kaffarah, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama.
Terdapat dua pendapat dikalangan ulama berkaitan dengan keadaan semisal ini:
Pendapat pertama, bahwa kaffarah tidaklah gugur hanya dikarenakan ketidak mampuan seseorang membayarkan kaffarah. Dan pendapat ini merupakan pendapat mayoritas ulama.
Berdasarkan pendapat ini, jika seseorang dalam keadaan tidak mampu/kesulitan membayarkan kaffarah, maka diberikan jeda waktu untuk membayar kaffarah, yaitu hingga dia sanggup menunaikannya.
Pendapat yang kedua bahwa kaffarahtelah gugur dengan sendirinya jika orang tersebut tidak memiliki kesanggupan untuk membayarkan kaffarah. Pendapat ini adalah pendapat beberapa ulama mazhab Malikiyah dan salah satu dari dua pendapat Imam asy-Syafi’i.
Pendapat inilah yang lebih tepat, sesuai dengan zhahir hadits Abu Hurairah diatas. Dan juga Allah ta’ala berfirman,
“Dan Allah tidak akan membebani hambanya kecuali yang sanggup diupayakannya.” (al-Baqarah: 286)
Jika seseorang melakukan jima’ dengan istrinya pada siang hari Ramadhan, apakah istrinya juga dikenakan keharusan membayarkan kaffarah ataukah kaffarah hanya bagi dia (laki-laki) tersebut seorang?
Adapun batalnya puasa wanita tersebut, tidak terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama. Dan mereka hanya berselisih dalam masalah keharusan membayarkan kaffarah. Apakah juga berlaku bagi si wanita ataukah tidak? Terdapat dua pendapat dikalangan ulama,
Pertama, yang merupakan pendapat mayoritas ulama, bahwa kaffarah juga diharuskan bagi si wanita sebagaimana kaffarah wajib bagi laki-laki (suaminya).
Kedua, bahwa kaffarah tidak wajib bagi wanita. Dan jika laki-laki (suaminya) telah membayarkan kaffarah, maka kaffarah tersebut telah mencukupkannya dan juga istrinya.
Pendapat ini adalah pendapat asy-Syafi’i, dan juga pendapat al-Auza’i dan al-Hasan al-Bashri. Dan juga diriwayatkan pendapat ini dari imam Ahmad.
Yang tepat insya Allah, bahwa kaffarah juga diharuskan kepada wanita sebagaimana diharuskan bagi suaminya. Karena wanita setara dengan laki-laki dalam setiap hukum syara’, kecuali jika ada dalil yang mengkhususkannya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata, “… Hadist itu, dijadikan dasar argumen bahwa kaffarah hanya diwajibkan bagi laki-laki seorang tidak kepada wanita yang digaulinya. Demikian juga dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menanyakannya beberapa kali kepada orang tersebut, ”Apakah engkau sanggup?” dan “Apakah engkau memiliki kemampuan?” dan selain itu. Pendapat inilah yang paling shahih dari dua pendapat asy-Syafi’i dan juga merupakan pendapat al-Auza’i.
Adapun Besaran Kifaratnya
Kaffarah memberi makan kaum miskin, adalah dengan memberi satu mud makanan kepada masing-masing dari mereka, baik itu berupa gandum, kurma kering, kurma ataukah selainnya.
Pendapat tersebut adalah pendapat di kalangan ulama Syafi’iyah. Sementara ulama mazhab Hanafiyah, mengharuskan pemberian dua mud gandum, sedangkan biji-bijian lainnya sebesar satu sha`.
Namun zhahir hadits Abu Hurairah, tidak terdapat pembatasan nilai dan besar makanan yang harus diberikan. Dengan demikian, takaran nilai makanan yang diberikan dikembalikan kepada ’urf/kebiasaan setempat, baik dari jenis makanannya maupun nilainya. Dan yang seharusnya, makanan tersebut telah memenuhi makna, “memberi makan orang miskin,”
yaitu mencukupkan mereka pada hari tersebut.
Wallahu a’lam.
Keterangan:
1 Mud = 1 Liter
1 Sho = 6 Kg
http://sarwa.cybermq.com/post/kategori/3965/kajian-ramadhan
Minggu, 05 September 2010
KADO RAMADHAN DATANGI 20 PETUGAS KEBERSIHAN
6-September-2010
PADANG. Kebahagiaan terlihat jelas di wajah bapak-bapak yang kesehariannya membersihkan jalanan se-kota Padang, Senin (6/9) . Di Kantor Rumah Zakat Cabang Padang, kedua puluh petugas kebersihan ini diberikan paket Bingkisan Keluarga Jompo dan Pra Sejahtera.
“Terimakasih atas bantuan Rumah Zakat,” ujar Marzuki. Dalam acara serah-terima, mereka datang beserta keluarganya pada pukul 10.00 WIB, tepatnya di Jl. Diponegoro No 15F, Kota Padang.
Sebelumnya, Dinas Kebersihan Pemko Kota Padang menginformasikan kepada Rumah Zakat bahwa mereka memang layak untuk menerima bantuan. “Alhamdulillah, orang rumah dan anak saya bisa tersenyum,” ungkap Erisman yang tak mampu menutupi kebahagiaannya.***
Langganan:
Postingan (Atom)